1.
Pengertian Perkembangan Bahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi
yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang
lain (Sunarto dan B Agung Hartono, 2008: 136). Bahasa adalah segala bentuk
komunikasi di mana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat
menyampaikan arti kepada orang lain (Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2010:
2.30). Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang
individu memerlukan berkomunikasi dengan orang lain.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan
kognitif, yang berarti faktor intelek/ kognitif sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan berbahasa. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan,
karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan.
Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya
kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara
lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat (Sunarto dan B
Agung Hartono, 2008:137). Mampu dan menguasai alat komunikasi di sini diartikan
sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang lain.
Menurut Vygostky menjelaskan ada 3 tahap perkembangan
bicara pada anak yang berhubungan erat dengan perkembangan berpikir anak (http://arihdyacaesar.wordpress.com/2010/04/22/resumeperkembangankognitif-dan-bahasa-masa-remaja/) yaitu:
a.
Tahap eksternal, yaitu terjadi
ketika anak berbicara secara eksternal dimana sumber berpikir berasal dari luar
diri anak yang memberikan pengarahan, informasi dan melakukan suatu tanggung
jawab dengan anak.
b.
Tahap egosentris, yaitu dimana
anak berbicara sesuai dengan jalan pikirannya dan dari pola bicara orang
dewasa.
c.
Tahap Internal, yaitu dimana
dalam proses berpikir anak telah memiliki suatu penghayatan kemampuan berbicara
sepenuhnya.
3. Karakteristik
Perkembangan Bahasa Remaja
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang (Sunarto
dan B Agung Hartono, 2008:137-138). Anak remaja telah banyak belajar dari
lingkungan dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan.
Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya
pergaulan teman sebaya dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah
bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa ibu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya
oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti proses
pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat
sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan
di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa
anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di
dalam kelompok sebaya.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga,
masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan
antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pemilihan dan
penggunaan kosa kata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya.
4. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Berbahasa
terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu, perkembangannya
dipengaruhi oleh beberapa factor (Sunarto dan B Agung Hartono, 2008:139-140).
Faktor-faktor itu adalah:
a.
Umur
Anak
Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan
pertambahan pengalaman dan kebutuhannya.
b.
Kondisi
Lingkungan
Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan
berbeda dengan di lingkungan pedesaan.
c.
Kecerdasan
Anak
Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara,
gerakan, dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik.
Kemampuan motorik seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual
atau tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata
yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik, dan memahami atau menangkap
maksud suatu pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau
kecerdasan seseorang anak.
d.
Status
Sosial Ekonomi Keluarga
Keluarga yang berstatus ekonomi sosial baik, akan
mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan
anggota keluarganya.
e.
Kondisi
Fisik
Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan
anak. Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi
seperti bisu, tuli, gagap, atau organ suara tidak sempurna akan mengganggu
perkembangan berkomunikasi dan tentu saja akan mengganggu perkembangannya dalam
berbahasa.
5. Pengaruh
Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling
berpengaruh satu sama lain. Bahwa kemampuan berpikir berpengaruh terhadap
kemampuan berbahasa dan sebaliknya, kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir. Seseorang yang rendah kemampuan berpikirnya akan mengalami
kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini akan
berakibat sulitnya berkomunikasi.
6. Perbedaan
Individual dalam Kemampuan dan Perkembangan Bahasa
Menurut Chomsky (Woolflok, dkk., 1984: 70) anak
dilahirkan ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa. Akan tetapi seperti
dalam bidang yang lain, faktor lingkungan akan mengambil peranan yang cukup
menonjol, dalam mempengaruhi perkembangan bahasa anak tersebut. Mereka belajar
makna kata dan bahasa sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat, dan mereka
hayati dalam hidupnya sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh
lingkungan yang berbeda-beda.
Bahwa kemampuan berpikir anak berbeda-beda, sedang
berpikir dan bahasa mempunyai korelasi tinggi; anak dengan IQ tinggi akan
berkemampuan bahasa yang tinggi. Nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan
individual anak, dan dengan demikian kemampuan mereka dalam bahasa juga
bervariasi sesuai dengan variasi kemampuan mereka berpikir.
Bahasa berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
karena kekayaan lingkungan akan merupakan pendukung bagi perkembangan
peristilahan yang sebagian besar dicapai dengan proses meniru. Dengan demikian,
remaja yang berasal dari lingkungan yang berbeda juga akan berbeda-beda pula
kemampuan dan perkembangan bahasanya.
7. Upaya
Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
Kelas atau
kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang bervariasi bahasanya, baik
kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus mengembangkan
strategi belajar mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi dan
kemampuan anak (Sunarto dan B Agung Hartono, 2008:142).
Pertama, anak
perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah
diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh murid-murid sendiri.
Kedua, guru
melakukan pengembangan bahasa murid dengan menambahkan perbendaharaan bahasa
lingkungan yang telah dipilih secara tepat dan benar oleh guru.
Perkembangan
bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun
tertulis, dengan mendasar pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan
bahasa anak dan membentuk pola bahasa masing-masing. Dalam penggunaan model ini
guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau
komunikasi bebas.
B. Perkembangan Sosial
1.
Pengertian Perkembangan Hubungan Sosial
Pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya
tingkat hubungan antarmanusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup
manusia (http://tisna2008.wordpress.com/2009/05/26/perkembangan-sosial-danbahasa-remaja/).
2.
Pengertian Perkembangan Sosial Remaja
Manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui
beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan
kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi
sosial merupakan proses sosialisasi yang mendudukan anak sebagai insan yang
secara aktif melakukan proses sosialisasi (Sunarto dan B Agung Hartono, 2008:126).
Bersosialisasi
pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan
sosial. Hubungan sosial merupakan hubungan
antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang
sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial
juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja,
seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan
pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian
perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia
sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia (Sunarto, dan B Agung Hartono, 2008:128).
3. Karakteristik
Perkembangan Sosial Remaja
Remaja adalah tingkat perkembangan abstrak yang telah
mencapai jenjang menjelang dewasa (Sunarto dan B Agung Hartono, 2008:128). Pada
jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial
dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma
pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam
keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan
berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan
dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang
tua.
a.
Pada masa remaja, anak mulai
memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Pergaulan sesama teman
lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di samping
harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja juga terselip pemikiran
adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
b.
Kehidupan sosial remaja ditandai dengan
menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap
hubungan sosial yang tertutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
c.
Menurut Erick
Erickson, bahwa masa remaja terjadi masa
krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri
seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, kehidupan sosial remaja didorong
oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
d.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam
bentuk kelompok-kelompok,
baik kelompok besar maupun kelompok kecil.
4. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor
(Sunarto dan B Agung Hartono, 2008:130-133), yaitu:
a.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan
kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan
bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas
ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b.
Kematangan
Untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
c.
Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau
status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat.
d.
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,
akan member warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan
mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan
kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada
norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa
(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral
diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e.
Kapasitas
Mental: Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal,
seprti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan
emosi, berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh
karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan
pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dlam
perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang
lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah
dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi
Pada kasus tertentu, seorang jenius atau superior
sukar untuk bergaul dengan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah
setingkat dengan kelompok umur yang lebih tinggi. Sebaliknya umur yang lebih
tinggi (dewasa) tepat “menganggap” dan “ memperlakukan” mereka sebagai
anak-anak.
5. Pengaruh
Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan
perihal dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri,
yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya
dengan orang lain. Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang
lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau
merahasiakannya. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan
sering tidak sepenuhnya diterima, karena lingkungan tidak senantiasa sejalan
dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah
laku sehari-hari.
Pikiran remaja
sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang
lain. Pengaruh egosentris sering terlihat
pada pemikiran remaja, yaitu:
a.
Cita-cita dan idealisme yang baik,
terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat jauh dan
kesulitan-kesuliatn praktis.
b.
Kemampuan berpikir dengan pendapat
sendiri belum disertai pendapat orang lain.
Di samping itu pengaruh egosentris masih sering
terlihat pada pikiran remaja. Pencerminan sifat ego sering dapat menyebabkan
“kekakuan” para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkah laku. Persoalan
yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik
yang dirasakan mengganggu dirinya dalam bergaul, karena disangkanya orang lain
sepikiran dan ikut tidak puas mengenai penampilan dirinya.
Proses penyesuain diri yang dilandasi sifat egonya
dapat menimbulkan reaksi lain di mana remaja itu justru melebih-lebihkan diri
dalam penilaian diri. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta
dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sifat ego semakin berkurang. Pada
akhir remaja masa remaja pengaruh egosentrisitas sudah sedemikian kecilnya,
sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan
pendapat dan pandangan orang lain.
6. Pebedaan
Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul dengan
sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik secara
individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat perbedaan
individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan
Teori Komprehensif
yang dikemukakan oleh Erickson yang menyatakan bahwa manusia hidup dalam
kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun
sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka
berkembang kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam.
Remaja yang
telah mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari
pola-pola yang sesuai dengan kepribadiannya.
7. Upaya
Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
Remaja dalam masa mencari dan ingin menentukan jati
dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Ia
(mereka) belum memahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku di dalam
kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang
serasi, karena ia (mereka) sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi
dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dlaam
pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Kesepakatan norma kehidupan remaja
yang berbeda dengan kelompok lain, mungkin kelompok remaja lain, kelompok
dewasa, dan kelompok anak-anak, akan dapat menimbulkan perilaku sosial yang
kurang atau tidak dapat diterima oleh umum. Tidak sedikit perilaku yang
berlebihan (over acting) akan muncul.
Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan
untuk memberikan rangsangan kepada mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dan
dapat diterima khalayak. Kelompok olah raga, koperasi, kesenian dan semacamnya
di bawah asuhan para pendidik di sekolah atau para tokoh masyarakat di dalam
kehidupan masyarakat perlu banyak dibentuk. Khusus di dalam sekolah perlu
sering diadakan kegiatan bakti sosial, bakti karya, dan kelompok-kelompok
belajar di bawah asuhan para guru pembimbing kegiatan ini hendaknya dikembang
luaskan.
C. Perkembangan Kemandirian
1. Pentingnya
Kemandirian Bagi Peserta Didik
Pentingnya kemandirian bagi peserta didik, dapat dilihat dari situasi kompleksitas
kehidupan dewasa ini, yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kehidupan peserta didik (http://arihdyacaesar.wordpress.com/2010/04/22/resumeperkembangankonsep-diri-dan-kemandirian-remaja/). Pengaruh kompleksitas kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari berbagai
fenomena yang sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan, seperti perkelahian
antarpelajar, penyalahgunaan obat (narkoba)
dan alkohol, perilaku agresif, dan berbagai perilaku menyimpang yang sudah mengarahkan
pada tindak kriminal. Dalam konteks proses belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang
mandiri dalam belajar, yang
dapat menimbulkan gangguan mental setelah memasuki pendidikan lanjutan, kebiasaan belajar yang kurang baik (seperti
tidak betah belajar lama atau belajar hanya menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari
bocoran soal-soal ujian).
2. Pengertian
Kemandirian
Dalam pengertian umum kemandirian adalah kemampuan
seseorang untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik dalam bentuk
material maupun moral (Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2010: 2.47).
Sedangkan pada anak pengertian atau istilah kemandirian sering kali dikaitkan
dengan kemampuan anak untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan kekuatan
sendiri tanpa bantuan orang dewasa. Pada umumnya kemandirian tidak hanya
dikaitkan dengan tindakan atau perbuatan yang bersifat fisik, akan tetapi juga
bertalian dengan sikap psikologis.
3. Dasar
Kemandirian
Dasar kemandirian adalah adanya rasa percaya diri
seseorang untuk menghadapi sesuatu dalam kehidupan sehari-hari (Mulyani
Sumantri dan Nana Syaodih, 2010: 2.48). Sedangkan pada anak rasa percaya diri
ini selalu berkembang sesuai dengan bertambahnya usia dan pengalaman serta
bimbingan dari orang dewasa, antara lain guru, orang tua, kakak, orang di
sekitarnya yang dapat bergaul dengan baik serta memberikan bimbingan secara
langsung maupun tidak langsung. Segala perilaku anak atau sikap positif dalam
menghadapi sesuatu biasanya timbul mulai saat berpisah dengan orang dewasa,
ingin mengetahui sesuatu, dan tumbuhnya kesadaran pada dirinya bahwa dia harus
berbuat sesuatu tanpa tergantung pada orang lain.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja
a.
Gen atau keturunan orang tua. Orang tua
yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki
kemandirian juga. Namun, faktor
keturunan ini masih menjadi persebatan karena ada yang berpendapat bahwa
sesunguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya,
melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik
anaknya.
b.
Pola asuh orang tua. Orang tua yang
terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anaknya tanpa
disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan
kemandirian.
c.
Sistem pendidikan disekolah. Proses
pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan
cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat
perkembangan kemandirian remaja.
d.
Sistem kehidupan dimasyarakat. Sistem
kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau
mencekam serta kurang mengahargai manifestasi potensi remaja dalam kegitan produktif dapat menghambat kelancaran
perkembangan kemandirian remaja.
5. Perkembangan Kemandirian Peserta
Didik dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang
rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan
pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya
pengembangan kemandirian peserta didik (http://arihdyacaesar.wordpress.com/2010/04/22/resumeperkembangankonsep-diri-dan-kemandirian-remaja/), di
antaranya:
a.
Mengembangkan proses belajar
mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b.
Mendorong anak untuk berpartisipasi
aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
c.
Memberi kebebasan kepada anak untuk
mengekplorasi lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka.
d.
Penerimaan positif tanpa syarat
kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang
lain.
e.
Menjalin hubungan yang harmonis dan
akrab dengan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar