Flying Maple


Rainbow

Cursor

Sabtu, 30 Juni 2012

TRADISI JOLENAN DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO


Masyarakat Jawa kaya akan tradisi dan budaya. Entah berapa banyak tradisi dan ritual adat yang sebagian besar dibalut dengan unsur-unsur spritual. Dan semuanya memiliki akar sejarah panjang karena merupakan warisan nenek moyang. Desa Somongari adalah suatu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, + 2 Km ke arah selatan dari Ibu Kota Kecamatan Kaligesing dan merupakan deretan pegunungan Menoreh yang terkenal dengan penghasilan buah durian, manggis dan kokosan/langsep.
Sebuah tradisi unik menjadi rutinitas warga di Desa Sumongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Tradisi yang dipelihara masyarakat setempat sebagai kearifan lokal yakni upacara merti desa Keba Palawija (Jolenan) yang dilangsungkan pada bulan Sapar. Istilah “Jolenan” berasal dari kata “Ojo Lenan” atau janganlah mudah terlena atau lupa kepada Gusti Allah atas segala keberkahan hidup. Tradisi dua tahunan merti desa Keba Palawija atau yang biasa disebut Jolenan atau Saparan digelar warga di Lereng perbukitan Munggang Kitiran, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Purworejo.

Acara memperebutkan makanan atau ngalap berkah yang disebut Saparan atau Jolenan di Desa Somongari dipercaya masyarakat setempat sebagai wujud upaya tolak bala dengan doa serta ungkapan rasa syukur kepada Gusti Allah Ingkang Murbeng Dumadi, atas berkah melimpahnya hasil tanaman buah-buahan dan palawija di bumi Somongari.
Sebelum dilangsungkan kenduri dilakukan arak-arakan Jolenan berupa tumpeng besar dan hasil bumi. Suara rampak kendang membahana di kaki bukit Menoreh yang subur 'ijo royo-royo' di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Di sepanjang jalan desa yang dipadati ribuan pengunjung, para penari dengan khusyuknya menari mengikuti irama musik tetabuhan. Berbagai bentuk kesenian seperti kuda lumping, reog, dolalak, incling, dan shalawatan dikerahkan warga desa untuk meramaikan upacara tradisi adat Jolenan atau sedekah bumi.
A.    Jolenan
Jolenan berasal dari kata dasar jolen, kependekan dari kata aja lalen (bahasa jawa) atau jangan lupa. Kata ini mengandung makna mengingatkan kepada masyarakat Desa Somogari agar tidak lupa terhadap Tuhan pencipta alam dan para leluhurnya yang telah berusaha mendirikan desanya.
Jolenan merupakan pesta rakyat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan YME atas berkah-Nya sehingga tanah Desa Somongari subur dan bisa menghasilkan tanaman dan buah-buahan lebat. Karenanya, pesta rakyat Jolenan juga disebut sebagai merti desa Keba Palawija atau Palagumantung. Mayoritas mata pencaharian warga adalah mengandalkan buah-buahan, seperti durian, manggis dan mundung.
Jolen merupakan simbol yang menggambarkan perbukitan Somongari yang kaya akan hasil bumi. Beratnya kurang lebih 50 kilogram. Jolen sendiri merupakan semacam keranjang dengan alas segi empat berukuran 80 cm x 80 cm yang diberi tutup berbentuk piramida dengan tinggi 160 cm. Di dalamnya diisi dengan tumpeng dan ayam panggang sedangkan ledre dan binggel (makanan rakyat) diikat dan digantungkan pada ujung sebilah bambo ditancapkan di sekeliling jolen.

B.     Sejarah Munculnya Tradisi Jolenan
Pada jaman dulu, kurang lebih sejaman dengan Majapahit, daerah yang sekarang kita sebut Desa Somongari merupakan daerah hutan belantara yang sama sekali tidak seorang manusiapun berani menempatinya. Kita ibaratkan dengan bahasa Jawa: Sato mara sato mati, janma mara janma mati, Dewa mara keplayu. Yang artinya, “segala binatang bila mendekat mati, semua manusia bila mendekat juga akan mati, pergi dari daerah itu”. Hal ini disebabkan karena tempat itu banyak didiami makluk halus yang konon amat membahayakan. Sehingga tak ada orang atau seekor binatangpun yang berani memasuki daerah tersebut.
Konon kabarnya pada jaman Majapahit, terjadi suatu peperangan antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Pajajaran yang terkenal dengan nama perang Bubat. Pada saat itu, diantara prajurit kerajaan Majapahit ada yang berjalan melalui daerah yang sekarang dinamakan Desa Somongari. Barisan prajurit tersebut dipimpin oleh Adipati Singanegara, Pangeran Lokajaya dan seorang lagi Pangeran Purwokusumo. Rombongan tersebut beristirahat di daerah itu sampai beberapa saat lamanya. Karena dirasa enak beristirahat di tempat tersebut, maka Adipati Singanagara dan para prajurit diperintahkan untuk terus bermukim di situ serta diperintahkan untuk menebang hutan-hutan sedikit demi sedikit untuk tempat tinggal.
Di depan diceriterakan bahwa tempat tersebut adalah suatu tempat dimana di daerah tersebut adalah daerah yang gawat, karena makluk-makluk halus yang berkuasa di situ sangat buas.
Ternyata diantara prajurit yang menebang kayu banyak yang mati atau hilang karena perbuatan makluk-makluk halus. Setelah diketahui oleh Adipati Singanegara beberapa kali tentang kejadian tersebut, maka bersemedilah Adipati Singanegara. Beliau bersemedi dalam bulan Sura sampai dengan bulan Sapar. Di dalam semedi itu, Adipati Singanegara diganggu oleh para makluk halus terutama oleh rajanya yang menurut keterangan amatlah sakti. Namun demikian raja makluk halus tersebut dapat ditaklukkan. Karena kekalahan yang diderita raja makluk halus itu, maka tepat pada bulan Sapar, hari Selasa Wage, menyerahkan daerah kekuasaannya kepada Adipati Singanegara. Makhluk halus tak akan mengganggu lagi walaupun daerah itu akan dijadikan suatu kerajaan, malahan akan membantu segala usaha Adipati Singanegara, dengan perjanjian agar mereka diberi sesaji pada waktu-waktu tertentu.
Konon kabarnya, setelah Adipati Singanegara dapat menaklukkan makluk halus, maka dimulailah penebangan hutan, pengaturan daerah sehingga Adipati Singanegara ditunjuk sebagai pimpinan daerah tersebut. Dan langsung menempati daerah itu beserta para prajurit dan keluarganya. Mulai saat itu, daerah tersebut merupakan daerah yang baik, tentram, aman, panjang punjung loh jinawi, gemah ripah, tata raharja.
Kemudian Pangeran Lokajaya dikawinkan dengan puteri Adipati Singanegara (yang kemudian Pangeran Lokajaya terkenal dengan sebutan Mbah Somongari). Pangeran Purwokusumopun bertempat tinggal di situ. Beliau mempunyai dua orang anak, seorang putra dan seorang putri. Ke dua orang tersebut sampai tua tidak mau bersuami istri. Yang putra tak mau beristri kalau tidak sama dengan saudaranya perempuan. Demikian pula sebaliknya yang putri, akhirnya kedua orang tersebut meninggal tanpa sebab. Maka makam ke dua orang tersebut juga dijadikan satu tempat yang sampai sekarang terkenal dengan nama Makam Kedono Kedini, yang akhirnya menjadi pepundhen rakyat Desa Somongari.
Untuk memperingati kemenangan Adipati Singanegara berperang melawan raja makluk halus, pada setiap hari Selasa Wage pada bulan Sapar tiap dua tahun sekali dirayakan upacara yang dikenal dengan kegiatan Merti Desa Kebo Palagumantung / Palawija dan lebih terkenal dengan sebutan Jolenan. Dan upacara selamatan desa tersebut ditempatkan di halaman Makam Kedono Kedini dengan menampilkan atraksi kesenian Tayub dan kesenian lain asal Desa Somongari.

C.    Proses Pelaksanaan Upacara Tradisi Jolenan
1.      Sebelum saat yang ditentukan (biasanya dimulai jam 09.00), maka jolen yang diikuti oleh masyarakat dan jenis-jenis kesenian yang ada, berdatangan ke halaman pepundhen Kedono Kedini.
Menurut kebiasaan Jolen yang diadakan sesuai dengan banyaknya pedukuhan yang ada. Setiap pedukuhan biasanya mengeluarkan dua buah jolen, dan secara keseluruhan kurang lebih berjumlah 80-100 buah .
Setiap kesenian yang dikirimkan secara bergantian dengan grup kesenian yang lain harus mempersembahkan kebolehan grupnya di halaman makam Kedono Kedini +30 menit.
2.      Setelah berkumpul di halaman Pepundhen Kedono Kedini, upacara dimulai, dipimpin/diatur oleh kepala desa beserta perangkat dan panitia lainnya.
3.      Kecuali pituah-pituah dari kepala desa, biasanya diadakan pula sambutan-sambutan dari pejabat kabupaten diantaranya Bupati.
4.      Selanjutnya diadakan pawai (arak-arakan) melalui jalan-jalan di sekeliling tempat upacara atau kampung.
5.      Pawai didahului oleh rombongan kepala desa beserta stafnya, kemudian jolen-jolen dan rombongan grup-grup kesenian secara berselang-seling.
6.      Setelah pawai berkeliling melalui jalan-jalan yang sudah ditentukan, maka pawai kembali lagi ke halaman pepundhen Kedono-Kedini.
7.      Begitu jolen diturunkan, maka diadakan perebutan makanan biasanya oleh semua pengunjung.
8.      Sedangkan tumpeng dan ayam panggang, sebagian digunakan selamatan di situ dengan diawali keterangan maksud dan tujuan diadakannya selamatan oleh juru kunci yang diberi kuasa pepundhen tersebut. Lalu dibacakan doa secara agama Islam yang akhirnya dimakan bersama-sama. Sebagian tumpeng dan ayam panggang dibawa pulang oleh pembawa jolen masing-masing.
9.      Upacara diteruskan dengan kesenian Tayub. Biasanya seorang penari yang disebut Tayub yang sedang menari lalu diimbangi menari oleh para kaum pria yang didahului oleh kepala desa.
10.  Bersamaan tayub, maka semua kesenian yang mengikuti pawai diharapkan untuk bermain / dipentaskan di halaman terbuka.
Adapun kesenian yang terdapat di daerah tersebut yang biasa mengikuti upacara antara lain: kentrung, reog, kuda kepang, incling dan dolalak. Upacara tersebut diakhiri pukul + 15.00. Untuk menghibur kelelahan siang harinya, biasanya pada malam harinya diadakan suatu pentas kesenian yang utama adalan tayuban

D.    Tujuan Pelaksanaan Upacara Tradisi Jolenan
1.      Upacara perayaan Jolenan tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena telah diberi limpahan rezeki dari hasil bumi.
Lewat acara ini, warga berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan harapan warga terbebas dari ancaman bahaya. Selain itu agar warga yang sebagian besar tinggal di perbukitan selalu sejahtera dengan hasil bumi yang ada seperti durian, kokosan, dan manggis.
2.      Perayaan Jolenan juga sebagai ungkapan terima kasih dan rasa bakti kepada para leluhur yang telah bersusah payah berjuang mendirikan Desa Somangari. Yang menjadi cikal bakal warga Desa Somongari yakni Kyai Ageng Somongari dan Kyai Kedono Kedini.
3.      Sebagai suatu alat silaturahmi antar penduduk Desa Somongari.
4.      Sebagai ritual ngebani tanaman dan palawija yang tumbuh di Desa Somongari.
Dengan harapan, setelah dikebani maka tanaman dan palawija akan tumbuh subur dan berbuah lebat yang akan menjadi sumber rezeki bagi masyarakat Desa Somongari. Pada mulanya kegiatan tersebut sebagai sarana ngebani pohon manggis dan durian yang menjadi tanaman buah ikon produk alam Desa Somongari dimana kedua jenis tanaman buah tesebut merupakan penghasil utama Desa Somongari.
5.      Sebagai wujud upaya tolak bala dengan doa.
6.      Untuk melestarikan tradisi leluhur budaya bangsa.
7.      Sebagai upaya untuk mengangkat Desa Somongari sebagai desa wisata.

E.     Ubarampe yang diperlukan dalam Upacara Tradisi Jolenan
Beberapa ubarampe yang dipersyaratkan dalam acara Jolenan itu antara lain nasi tumpeng dengan ayam panggang, makanan dari beras ketan/pulut, berupa juadah dan rengginan, makanan dari ketela, berupa ledre dan binggel, wayang golek, pisang raja/agung, dan tayuban atau janggrung.
1.      Persyaratan dan kelengkapan yang biasa digunakan sebagai upacara tersebut antara lain:
a.       Nasi tumpeng dengan ayam panggang
b.      Makanan dari beras ketan/pulut, berupa
1)      Juadah
2)      Rengginan
c.       Makanan dari ketela pohon, berupa:
1)      Ledre
2)      Binggel
d.      Wayang golek
e.       Pisang agung/raja
f.       Tayub/Janggrung
2.      Arti dari persyaratan tersebut antar lain, memaknai:
a.       Nasi tumpeng dan ayam panggang
Mempunyai pengharapan segala cita-cita/maksud dari dasar sampai setinggi mungkin agar dapat terlaksana dengan baik
b.      Makanan dari beras ketan/pulut:
Memberikan gambaran, agar rakyat bersatu padu seia sekata dalam segala langkah dan cita-cita.
c.       Makanan dari ketela pohon
1)      Ledre: melambangkan bahwa daerahnya yang terdiri dari pegunungan namun hasilnya dapat mencukupi kebutuhan rakyatnya serta dapat di eksport ke lain daerah.
2)      Binggelan: dapat digambarkan dengan bermacam-macam tiruan hasil buah-buahan yang terdapat di daerah tersebut.
d.      Wayang golek: melambangkan, agar kita mencari (goleki) arti/maksud sebenarnya.
e.       Pisang agung raja adalah buah pisang yang dianggap nomor satu/agung dengan harapan dapat mengagungkan/mengangkat desa tersebut.
Makanan dan perlengkapan selamatan tersebut ditempatkan di suatu tempat yang disebut “Jolen”.
f.       Tayub, melambangkan: di tata supaya guyub dan diujudkan dengan seorang penari yang menari-nari dengan dikerumuni banyak orang dengan maksud agar masyarakat selalu rukun mempunyai satu pandangan yaitu guyub.

F.     Makna yang terkandung dalam Upacara Tradisi Jolenan.
Makna yang terkandung dalam ritual yang telah berjalan puluhan bahkan ratusan tahun itu adalah bahwa ritual Jolenan pada dasarnya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rezeki berlimpah, dengan memberikan panen pada tanaman yang hidup di desanya. Seraya memohon keselamatan dari mara bahaya, serta rezeki yang lebih di tahun mendatang.
Jolenan diwujudkan dalam bentuk gubungan yang terbuat dari anyaman bambu (ancak) yang ditutup dengan anyaman daun aren muda. Bentuk ini mengandung makna, segi empat di bawah menggambarkan hubungan sesama manusia di dunia. Kemudian ke atas semakin mengerucut, hal ini dimaksudkan semua kegiatan di dunia ini, pada akhirnya menyatu untuk menyembah kepada Tuhan sang pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar